Pelajaran Dari Para Minion
https://immanuelgarut.blogspot.com/2015/10/pelajaran-dari-para-minion.html
Beberapa
waktu lalu, aku pergi ke bioskop dengan teman-temanku untuk menonton
aksi nyentrik sekelompok makhluk lucu yang badannya berbentuk seperti
kapsul, kecil, kuning, dan selalu memakai baju kodok (jumpsuit) berwarna biru. Yep, kami menonton Minions, sebuah film yang mengisahkan
bagaimana makhluk-makhluk yang tidak terampil apa-apa tetapi sangat
menggemaskan ini bertemu dan menjadi anak buah Gru, “pahlawan” tak
terduga dalam film Despicable Me.
Yang membuatku
terkesan adalah keinginan besar para minion untuk menemukan seorang tuan
yang dapat mereka layani. Selama ribuan tahun, mereka telah mencari
seorang pribadi yang lebih besar dan hebat, kepada siapa mereka dapat
memberikan segenap hati dan hidup mereka. Para minion menjalani
hari-hari mereka dengan bergembira dan melakukan segala sesuatu sesuka
hati mereka, tetapi tanpa seorang tuan,
hidup mereka terasa kosong dan tidak bermakna. Upaya mereka untuk
menemukan seorang tuan untuk mereka layani menjadi inti cerita dari film
ini.
Sembari
menontonnya, aku tersadar betapa kita manusia juga punya kesamaan dengan
mereka. Kita ingin mendapatkan kesenangan, tujuan, dan keberhasilan
dalam hidup. Jiwa kita terus mencari kepuasan, tetapi kerap kita tidak
dapat menemukannya. Sebab itu, kita kemudian memandang ke atas dan
mencari seseorang atau sesuatu yang lebih tinggi, yang lebih agung, yang
dapat kita hormati.
Aku diingatkan dengan kejadian dua tahun lalu ketika aku sedang duduk di aula gerejaku,
bingung tentang masa depanku, tentang bagaimana aku harus menjalani
hidupku, dan tentang apa yang sebenarnya kuperjuangkan dalam hidup. Aku
mengikuti kebaktian pemuda pada hari itu, dan tema khotbahnya adalah “Minion-nya Tuhan” (minion= pengikut, pelayan rendahan dari seseorang yang berkuasa).Pada saat itu, aku tidak merasa bahwa Tuhan sedang memanggil aku atau menyatakan hadirat-Nya kepadaku.
Peristiwa lain pun melintas di pikiranku. Dua minggu lalu, seorang temanku memutuskan
untuk mempersembahkan sisa hidupnya untuk melayani Tuhan penuh waktu.
Aku tidak terlalu mengenalnya. Aku hanya pernah mendengar sekilas bahwa
ia ingin menjadi pelayan Tuhan sepenuh waktu dan akan belajar di sekolah
Alkitab. Entah kenapa, aku tidak bisa melupakan teman itu serta
komitmennya kepada Tuhan. Sepertinya
Tuhan memakai ingatan akan peristiwa tersebut untuk mengajar aku agar
secara serius memikirkan komitmenku kepada Tuhan, sama seperti temanku.
Beberapa hari
setelah menonton film Minion, aku menghadiri ibadah perayaan ulang tahun
ke-70 dari gerejaku; dan aku tahu itu saatnya aku meresponi panggilan
Tuhan. Bersama-sama dengan sekitar 500 pemuda lainnya, aku
mendedikasikan hidupku sepenuhnya untuk melayani Tuhan—siap diperlengkapi untuk menjadi para “minion”-nya Tuhan.