Sejarah berdirinya Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI)
https://immanuelgarut.blogspot.com/2015/09/sejarah-berdirinya-gereja-pantekosta-di.html
William Henry Offiler lahir pada tahun 1875 di Nottingham, Inggris.
Beliau adalah pendiri gereja Bethel Temple, Seattle yang sekarang
dikenal dengan nama Bethel Christian Ministries. Pelayanan ini dimulai
dari Pine Street Pentecostal Mission yang terletak di pusat kota Seattle
antara Second dan Pine pada sekitar tahun 1910 an. Disinilah tempat
cikal bakal missi Pantekosta ke Indonesia.
W.H. Offiler dibaptis ketika berusia 16 tahun dan menempuh pendidikan
di sebuah missi di Sudan, Afrika Tengah. Di awal tahun 1890 ia pindah
ke Canada, setelah itu ke Amerika, dan pada tanggal 10 Agustus 1899 tiba
di Spokane, Washington.
Tanggal 16 Nopember 1900 Rev.Offiler menikah dengan Gertrude Riley
dan mereka dikaruniai 3 orang anak yaitu Willem, Harriet, dan Edith.
Pada tahun 1914, Rev.Offiler pindah ke Glacier National Park,
Montana. Disini ia bekerja sebagai pengawas pada perusahaan pemasang
pipa pemanas. Panggilan Tuhan datang melalui penglihatan pada
W.H.Offiler dan istrinya supaya mereka menyerahkan hidup sepenuhnya
untuk melayani Tuhan, oleh karenanya maka W.H.Offiler sekeluarga
berangkat menuju Seattle.
Di Pine Street Mission, Rev.Offiler kemudian diangkat menjadi
gembala. Tahun 1919 dibangunlah sebuah gedung baru di Seventh Avenue dan
Oliver Street. Di tempat inilah diadakan ibadah yang kemudian
melahirkan missionaris-missionaris yang dikirim ke luar negeri, antara
lain Richard Dick Van Klaverans dan Cornelius E. Groesbeek yang membawa
api pantekosta ke Indonesia.
Kemudian pada awal musim semi tahun 1920 dimulailah pembangunan
sebuah gedung gereja yang lebih luas lagi di Third Avenue dan Bell
Street.
Setelah 23 tahun mereka menempati gedung gereja tersebut, kemudian
Tuhan memberi sebuah tempat di Crystal Pool, sebuah gedung di sudut
Second Avenue dan Lenora Street. Gedung yang megah, besar dan sudah lama
kosong ini diubah menjadi gedung gereja Bethel Temple yang ditempati
sejak tahun 1944.
Rev.W.H.Offiler menggembalakan jemaat ini selama 34 tahun, kemudian
beliau digantikan oleh Rev.William West Patterson. Rev.W.H.Offiler
kemudian berdiam di Bethel Evangeli Park, Mirror Lake, Federal Way,
Washington dan meninggal pada 29 September 1957.
Tahun 1920 – 1930
Pada tanggal 4 Januari 1921, Richard Dick Van Klaverans dan Cornelius
Groesbeek beserta keluarga berangkat dari Seattle ke Indonesia dengan
kapal laut Suamaru ke Yokohama, Osaka, singgah di China, lalu ke Pulau
Jawa.
Tanggal 23 Pebruari 1921, mereka tiba di Batavia (Jakarta). Dari
Jakarta melalui Mojokerto, Surabaya, Banyuwangi dengan menumpang kapal
Varkenboot mereka tiba di Singaraja, Bali pada bulan Maret 1921.
Pemerintah Belanda melarang hamba Tuhan ini menetap dan menginjil di
Bali dengan alasan takut merusak kebudayaan asli penduduk Bali. Oleh
sebab itulah menjelang Natal tahun 1922, kedua keluarga ini berangkat ke
Surabaya, kemudian keluarga van Klaverans menuju ke Batavia.
Di Surabaya, Rev.Cornelius E.Groesbeek berkenalan dengan Ny.Wijnen
yang mempunyai seorang keponakan yang bekerja di BPM Cepu (Shell), yaitu
F.G.Van Gessel. Bulan Januari 1923 dimulailah kebaktian Pantekosta yang
pertama di Deterdink Boulevard, Cepu.
Pada 30 Maret 1923 diadakan baptisan air pertama di Pasar Sore Cepu
bagi 13 orang. Baptisan ini dilakukan oleh Rev. Cornelius E.Groesbeek
dan dibantu oleh Rev. Johan Thiessen, seorang missionari dari Belanda.
Nama-nama yang dibaptis adalah Jan Jeckel, Ny Jeckel, F. G van Gesel,
Ny van Gesel, Ch C De Vriew, Frits Salem Lumoindong, Tn Win Vincentie,
Ny Vincentie, Agust Kops, Corie Eiderbrink, Anton Leterman, Sambow
Ignatius Paulus Lumoindong, Ny SIP Lumoindong Vincentie.
Antara tahun 1923-1928 jemaat di Cepu menghasilkan tidak kurang dari
16 hamba Tuhan yang menjadi pioner-pioner Gereja Pantekosta di Indonesia
dan menyebar ke Sumatra, Jawa, Sulawesi dan Maluku.
Pada tanggal 19 Maret 1923 berdirilah Vereeniging De Pinkstergemeente
in Nederlandsch Oost Indie yang berkedudukan di Bandung dengan Ketua:
Pdt. D.H.W.Weenink Van Loon.
Pada tanggal 30 Maret 1923, badan tersebut mendapat SK Gubernur
Hindia Belanda dengan Badan Hukum No. 2924, tertanggal 4 Juni 1924 di
Cipanas, Jawa Barat, serta diakui sebagai Kerkgenootscap (Badan Gereja)
dengan Beslit No. 33, Staatblad No. 368. Perkembangan selanjutnya,
gerakan ini dengan cepat menyebar dari Surabaya ke seluruh Jawa,
Sumatera Utara, Minahasa, Maluku, Kalimantan dan Irian.
Tahun 1930 – 1940
Tahun 1931, Zs.M.A.Alt keluar dari ‘Pinkster Gemeente’ dan mendirikan Pinkster Zending.
Tahun 1932, Pdt. Johan Thiesen keluar dari ‘Pinkster Gemeente’ dan
mendirikan Pinkster Beweging yang kemudian dikenal dengan nama Gereja
Gerakan Pantekosta.
Pada tahun 1934, istri dari Rev.Groesbeek meninggal dunia pada tahun 1934 dan dikuburkan di Surabaya.
Perkembangan jemaat di berbagai tempat menuntut tenaga- tenaga
terlatih yang sanggup memenuhi tantangan zaman, karenanya pada tahun
1935 lahirlah inisiatif untuk mengadakan Lembaga Pendidikan Alkitab.
Sekolah Alkitab pertama gereja Pantekosta dibuka oleh penginjil
William West Patterson di Surabaya, Jawa Timur pada bulan Januari 1935
yang diberi nama Nederlandsche Indie Bybel Institut (NIBI) bertempat di
JI. Embong Malang 63, dengan dibantu oleh Pdt. F.G.Van Gessel, Rev.
Johnson, Pdt.H.N Runkat, Pdt.W.Mamahit. Namun dengan pecahnya Perang
Dunia II, maka Rev.W.W.Patterson harus kembali ke Amerika dan
Nederlandsche Indie Bybel Institut ditutup.
Perkembangan ajaran Pantekosta berkembang begitu pesatnya sehingga
pemerintah Hindia Belanda akhirnya harus memberi pengakuan kepada
gerakan Pantekosta ini yang dituangkan dalam Beslit Gubernur Jenderal
nomor 29 tanggal 24 Juni 1937 menjadi \”De Pinkstergemeente in
Nederlandsch Oost Indie\”, bahkan kemudian dengan Beslit nomor 33 pada
tanggal 4 Juni 1937 diumumkan dalam Staatblad nomor 368 diakui sebagai
\”Kerkgenootschap\” (Badan Gereja) dengan nama \”De Pinksterkerk in
Nederlandsch Oost Indie\”. Dengan pecahnya Perang Dunia II dan
beralihnya kepengurusan gereja ke tangan putra-putra Indonesia, maka
pada tahun 1942 nama gereja pun mulai disebut menjadi \”Gereja
Pantekosta di Indonesia\”.
Selayang pandang GEREJA PANTEKOSTA di INDONESIA
Selayang pandang GEREJA PANTEKOSTA di INDONESIA
Berdirinya
Gereja Pantekosta di Indonesia tidak terlepas dari kedatangan dua
keluarga missionaris dari Gereja Bethel Temple Seattle, USA ke Indonesia
pada tahun 1921 yaitu Rev. Cornelius Groesbeek dan Rev. Richard Van
Klaveren keturunan Belanda yang berimigrasi ke Amerika. Dari Bali maka
pelayanan beralih ke Surabaya di pulau Jawa tahun 1922, kemudian ke kota
minyak Cepu pada tahun 1923. Di kota inilah F.G Van Gessel pegawai BPM
bertobat dan dipenuhkan Roh Kudus disertai/disusul banyak putera –
puteri Indonesia lainnya antara lain : H.N. Runkat, J. Repi, A.
Tambuwun, J. Lumenta, E. Lesnusa, G.A Yokom, R.Mangindaan,
W. Mamahit, S.I.P Lumoindong dan A.E. Siwi yang kemudian menjadi
pionir-pionir pergerakan Pantekosta di seluruh Indonesia.
Karena
kemajuan yang pesat, maka pada tanggal 4 Juni 1924 Pemerintah Hindia
Belanda mengakui eksistensi “De Pinkster Gemeente in Nederlansch Indie”
sebagai sebuah “Vereeniging” (perkumpulan) yang sah. Dan oleh kuasa Roh
Kudus serta semangat pelayanan yang tinggi, maka jemaat-jemaat baru
mulai bertumbuh dimana-mana.
Tanggal
4 Juni 1937, pemerintah meningkatkan pengakuannya kepada pergerakan
Pantekosta menjadi “Kerkgenootschap” (persekutuan gereja) berdasarkan
Staatblad 1927 nomor 156 dan 523, dengan Beslit Pemerintah No.33 tanggal
4 Juni 1937 Staadblad nomor 768 nama “pinkster Gemente” berubah menjadi
“Pinksterkerk in Nederlansch Indie”. Pada zaman pendudukan Jepang tahun
1942, nama Belanda itu diubah menjadi “Gereja Pantekosta di Indonesia”.
Ketika itu Ketua Badan Pengoeroes Oemoem ( Majelis Pusat) adalah Pdt.
H.N Runkat.
Selain
perkembangan perlu juga dicatat beberapa perpecahan yang kemudian
melahirkan gereja-gereja baru dimana para pendirinya berasal dari
orang-orang GPdI antara lain : Pdt. Ho Liong Seng (DR.H.L Senduk)
pendiri gereja GBI yang bersama Pdt. Van Gessel pada tahun 1950 berpisah
dengan GPdI dan mendirikan GBIS, Pdt. Ishak Lew pada tahun 1959 keluar
dan mendirikan GPPS, sebelumnya pada tahun 1936 Missionaris R.M. Devin
dan R. Busby keluar dan membentuk Assemblies of God, tahun 1946 Pdt. Tan
Hok Tjoan berpisah dan membentuk Gereja Isa Almasih dan lain-lain
sebagainya.
Peranan
para pioner pun patut dikenang, sebab karena perjuangan mereka pohon
GPdI telah bertumbuh dengan lebat, mereka antara lain : Pdt. H.N. Runkat
yang merambah ladang di Pulau Jawa, (Jakarta, Jabar, Jateng, dll),
tahun 1929 Pdt. Yulianus Repi dan Pdt. A. Tambuwun disusul
oleh Pdt. A. Yokom, Pdt. Lumenta, Pdt. Runtuwailan menggempur Sulawesi
Utara, tahun 1939, dari Sulut / Ternante Pdt. E. Lesnussa ke Makasar dan
sekitarnya. Tahun 1926 Pdt. Nanlohy menjangkau kepulauan Maluku
(Amahasa) yang kemudian disusul oleh Pdt. Yoop Siloey, dll.
Tahun
1928 Pdt. S.I.P Lumoindong ke D.I Yogyakarta tahun 1933 Pdt. A.E. Siwi
menabur ke pulau Sumatera (Sumsel, Lampung, Sumbar dan kemudian tahun
1939 ke Sumut), tahun 1932 Pdt. RM Soeprapto mulai membantu pelayanan di
Blitar kemudian Singosari dsk, tahun 1937 ke Sitiarjo Malang Selatan.
Tahun 1935 Pdt. Siloey dkk, merintis pelayanan ke Kupang NTT, tahun 1930
Pdt. De Boer disusul Pdt. E. Pattyradjawane dan A.F Wessel ke
Kalimantan Timur. Tahun 1940 Pdt. JMP Batubara menebas ladang Kalimantan
Barat (Pontianak), Pdt. Yonathan Itar pelopor Injil Pantekosta di Irian
Jaya, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Oleh
pengorbanan mereka GPdI bertumbuh dengan pesat.
Struktur Organisasi GPdI
Forum
Tertinggi dalam forum GPdI ialah Musyawarah Besar yang diadakan 5 tahun
sekali. Selain menetapkan Garis Besar Program Kerja (GBPK), Mubes juga
berfungsi memilih Pimpinan Tingkat Nasional GPdI yang disebut Majelis
Pusat. Majelis Pusat sekarang beranggotakan sebanyak-banyaknya 24 orang
yaitu Seorang Ketua Umum, beberapa orang Ketua, Seorang Sekretaris Umum,
beberapa orang Sekretaris, seorang Bendahara Umum, beberapa orang
Bendahara, dan yang lainnya memimpin departemen-departemen, yaitu :
Departemen Penginjilan, Penggembalaan, Pendidikan & Pengajaran,
Organisasi, Pertumbuhan Gereja, Diakonia, Pembangunan
Kemudian
Majelis Pusat mengangkat pengurus-pengurus wadah tingkat nasional yang
disebut Komisi Pusat berjumlah 9 buah yaitu : Pelayanan Anak Pantekosta
(PELNAP), Pelayanan Remaja Pantekosta (PELRAP), Pelayanan Pemuda
Pantekosta (PELPAP), Pelayanan Wanita Pantekosta (PELWAP), Pelayanan
Pria Pantekosta (PELPRIP), Pelayanan Profesi & Usahawan Pantekosta
(PELPRUP), Pelayanan Anak Anak Hamba Tuhan (PELAHT), Pelayanan Mahasiswa
Pantekosta (PELMAP), Komisi Penginjilan Pantekosta Pusat.
Setelah
Mubes diadakan, maka setiap daerah mengadakan Musyawarah Daerah (Musda)
yang tujuannya antara lain memilih pimpinan tingkat daerah yang disebut
Majelis Daerah. GPdI kini memiliki 32 Majelis Daerah ,dalam dan luar
negeri, sebagai berikut : MD Sumut-NAD, MD Sumbar, MD Riau, MD Kepri, MD
Jambi, MD Sumsel, MD Bengkulu, MD Bangka-Belitung, MD
Lampung, MD Banten, MD Jakarta, MD Jawa Barat, MD Jawa Tengah, MD
Yogyakarta, MD Jawa Timur, MD Bali/NTB, MD NTT, MD Kalbar, MD Kalteng,
MD Kaltim, MD Kalsel, MD Sulselbar, MD Sultra, MD Sulteng, MD Sulut, MD
Gorontalo, MD Maluku Utara, MD Maluku, MD Papua, MD Australia, MD West
Coast USA, MD East Coast USA.
Setelah
terpilih maka setiap MD juga menetapkan pengurus wadah-wadah tingkat
daerah sesuai kebutuhan yang disebut Komisi Daerah. Selain itu MD juga
menetapkan Majelis-Majelis Wilayah sesuai kebutuhan, dan Majelis Wilayah
pun akan menetapkan pengurus wadah di tingkat wilayah yang disebut
Komisi Wilayah. Setiap Majelis Wilayah membawahi gembala-gembala yang
menjadi basis utama pelayanan GPdI, dan setiap gembala mengangkat
pengurus wadah tingkat sidang jemaat.